Latihan-4 Akuntansi Internasional

Soal!
1. Apa yang menyebabkan terjadinya persaingan global??
Jawab!
– Penyebab terjadinya persaingan global adalah;
• Adanya peluang untuk mengambil alih kekuasaan bisnis
• Hambatan-hambatan perdagangan bebas
• Meningkatnya teknologi dunia
• Transportasi yang memadai dan canggih
Faktor-faktor ini lah yang menjadikan terjadinya persaingan global, antara perusahaan internasional dengan perusahaan lokal.

Soal!
2. Sebutkan Negara-negara yang disebut sebagai surga pajak (Tax Heavens)!
Jawab!!
– Berikut negara-negara yang menjadi surga pajak (tax heavens)
• Cina
• Kanada
• Swiss
• India
• Taiwan
• Swedia
• Cayman Island
• Malaysia
• Bermuda
Soal!
3. Sebutkan dan jelaskan mengenai harga transfer!
Jawab!!
A. DEFINISI
1. Harga transfer Menurut akuntansi:
Definisi harga transfer dapat digolongkan menjadi dua yaitu definisi luas dan definisi sempit. Dalam definisi luas, harga transfer adalah nilai barang atau jasa yang ditransfer oleh suatu pusat pertanggungjawaban ke pusat pertanggungjawaban yang lain. Dalam definisi sempit, harga transfer adalah nilai barang dan jasa yang ditransfer antara dua pusat laba atau lebih. Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Tetapi sering juga transfer pricing digunakan perusahaan-perusahaan multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antar divisi. Adanya hubungan istimewa merupakan kunci dari dilakukannya praktek transfer pricing dalam bidang perpajakan.
Harga transfer sering memicu masalah terutama pada penentuan harga sepakatannya, karena melibatkan dua unit, yaitu unit pembeli dan unit penjual, dan harga transfer juga mempengaruhi pengukuran laba unit, harga transfer yang tinggi akan merugikan unit pembeli sedangkan harga transfer yang terlalu rendah akan merugikan unit penjual, maka penentuan harga transfer menjadi hal yang sangat penting.

2. Harga Transfer menurut pajak
Menurut Gunadi (2006) transfer pricing menyebabkan ketidakadilan dalam perpajakan karena perbedaan struktur perusahaan . Perusahaan yang dipecah-pecahkan menjadi suatu grup dapat merekayasa laba sehingga meminimalkan pajak. Sementara itu, perusahaan tunggal harus membayar pajak seperti apa adanya. Ada dua pendekatan yang direkomendasikan dalam buku Tax Law design and Drafting (IMF 1996) untuk menegakkan keadilan perpajakan, yaitu:
Merumuskan dalam ketentuan domestik, suatu negara dapat mengambil laba global grup dan mengalokasikan sebagian laba tersebut berdasar formula tertentu kepada sumber yang berada di negaranya dan kemudian memajaki bagian laba dimaksud.
Suatu negara dapat menentukan laba dari cabang usaha (bentuk usaha tetap) atau anak perusahaan yang beroperasi di negaranya terpisah dari grup berdasar harga yang wajar yang seharusnya terjadi apabila transaksi dilakukan dengan di luar grupnya.

B. TUJUAN HARGA TRANSFER
Secara umum, tujuan penetapan harga transfer adalah untuk memindahkan data keuangan di antara departemen-departemen atau divisi-diisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama. Selain itu, transfer pricing digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.

Sedangkan dalam lingkup perusahaan multinasional, transfer pricing digunakan untuk, meminimalkan pajak dan bea yang mereka keluarkan diseluruh dunia.

C. METODE HARGA TRANSFER
Beberapa metode transfer pricing yang sering digunakan yaitu :

1. Penentuan harga transfer berdasarkan biaya (cost-based transfer pricing)
Penentuan harga transfer ini dipakai pada transfer antarperusahaan yang menggunakan konsep pusat pertanggungjawaban biaya. Konsep ini sederhana dan menghemat sumber daya, karena informasi biaya tersedia. Namun yang menjadi permasalahan adalah ada bnayak definisi tentang biaya yang dipakai. Sebagian perusahaan meenggunakan biaya variabel (variable costs), sebagian menggunakan biaya penuh (full cost), biaya standar (standard cost), ada pula yang menggunakan biaya aktual (actual cost).

2. Penentuan harga transfer berdasarkan harga pasar (market basis transfer pricing)
Jika barang atau jasa yang ditransfer antar divisi atau antar perusahaan dalam grup mempunyai harga pasar, maka pada umumnya harga pasar merupakan dasar yang digunakan, terutama dilihat dari sudut pengukuran kinerja. Basis harga pasar merupakan tolok ukur untuk menilai kinerja manajer divisi.

Barang-barang yang diproduksi unit penjual dihargai sama dengan harga yang berlaku di pasar, pada sisi divisi penjual ada kemungkinan untuk memperoleh profit, pada sisi pembeli harga yang dibayarkan adalah harga yang sewajarnya. Namun yang menjadi kelemahan utama dari sistem ini adalah jika harga suatu produk ternyata tidak tersedia di pasar. Tidak semua barang-barang yang diperjual-belikan antar divisi tersedia di pasar, misalnya pada suatu industri yang terdeferensiasi dan terintegrasi seperti industri kertas, jika divisi penjual harus mengirim kertas yang setengah jadi ke divisi lain, pasar tidak menyediakan harga kertas mentah atau setengah jadi.

Jika harga pasar tersedia atau dapat diperkirakan maka ada baiknya menggunakan harga pasar. Meskipun demikian, jika tidak ada cara untuk memperkirakan harga kompetitif, pilihan lainnya adalah mengembangkan harga transfer berdasarkan biaya(cost-based transfer price).

3. Penentuan harga transfer berdasarkan negosiasi (negotiated transfer prices)
Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi dalam
perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang diinginkan. Yang harus diperhatikan dalam penentuan harga transfer ini adalah biaya produksi, dan harus memiliki pengetahuan yang baik tentang keinginan perusahaan secara keseluruhan. Namun kelemahannya adalah negosiasi memakan waktu yang lama, mengulang pemeriksaan, dan revisi harga transfer.

4. Penetuan harga transfer berdasarkan arbitrase (arbitrationtransfer pricing)
Pendekatan ini menekankan pada harga transfer berdasarkan interaksi kedua divisi dan pada tingkat yang dianggap terbaik bagi kepentingan perusahaan tanpa adanya pemaksaan mengenai keputusan akhir oleh salah satu divisi.

Akuntansi Internasional (Latihan 1)

1. Akuntansi dapat dianggap memiliki tiga komponen pengukuran, pengungkapan, dan auditing. Apakah keuntungan dan kerugian dari klasifikasi ini? Dapatkah anda menyarankan klasifikasi alternative yang mungkin berguna?

Jawab :

Komponen Keuntungan Kerugian
Pengukuran Dapat memberikan informasi secara lebih terinci. Informasi yang diberikan tidak menyeluruh, hanya mencakup profitabilitas dan kekuatan posisi keuangan suatu perusahaan.
Pengungkapan Informasi yang diberikan tepat sasaran kepada para pengguna yang diharapkan. Pengungkapan hanya berpusat pada isu-isu, sehingga belum sesuai dengan fakta yang ada.
Auditing Dapat mengevaluasi kesalahan yang terjadi dalam laporan keuangan dan dapat mengetahui kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam suatu perusahaan. Jika auditing dilakukan oleh auditor internal hasil auditnya kemungkinan subjektif karena dapat mengikuti permintaan manajemen. Dan jika auditing dilakukan oleh auditor eksternal akan membutuhkan biaya yang besar untuk menyewa jasa auditor eksternal.
  • Saran klasifikasi alternatif yang berguna

Klasifikasi alternatif yang berguna adalah auditing, karena dengan adanya auditing bisa diketahuinya kesalahan system yang berjalan di suatu perusaaan. Melihat bagaimana kinerja perusahaan, dan jika ada kesalahan maka bisa dijadikan sebagai evaluasi kinerja perusahaan.

2. Mengapa masalah – masalah akuntansi internasional semakin penting dan rumit dalam tahun tahun belakangan ini?

Jawab :

Akuntansi internasional sangat penting karena dalam akuntansi internasional mempelajari prinsip-prinsip akuntansi untuk memahami laporan keuangan secara internasional dan budaya usaha yang mendasarinya. Dan tahun-tahun belakangan ini akuntansi internasional semakin rumit karena terdapat perbedaan-perbedaan dalam budaya, praktik bisnis, struktur politik dan perundang-undangan, sistem hukum, nilai mata uang, tingkat inflasi lokal, resiko bisnis dan hukum pajak seluruhnya.

3. Apakah tujuan melakukan klasifikasi sistem akuntansi?

Jawab :

Tujuan klasifikasi sistem akuntansi yakni untuk mengelompokkan sistem akuntansi keuangan menurut karekteristik khususnya klasifikasi yang mengungkapkan standar dasar dimana anggota-anggota kelompok memiliki kesamaan dan yang membedakan kelompok-kelompok yang beraneka ragam satu sama lain. Maka dengan mengenali kesamaan dan perbedaan tersebut, pemahaman akan tentang sistem akuntansi akan lebih baik.

4. Apakah perbedaan nasional dalam praktek akuntansi dapat dijelaskan lebih baik oleh faktor  budaya atau oleh faktor ekonomi dan hukum? Mengapa?

Jawab :

Budaya berarti nilai-nilai dan perilaku yang dibagi oleh suatu masyarakat. Variabel budaya mendasari pengaturan kelembagaan di suatu negara (seperti sistem hukum). Hofstede mendasari empat dimensi budaya nasional (nilai sosial) yaitu: Individualisme, Jarak kekuasaan, Penghindaran ketidakpastian, dan  Maskulinitas.

Berdasarkan hasil analisis Hofstede, Gray mengusulkan suatu kerangka kerja yang menghubungkan budaya dan akuntansi, Ia mengusulkan empat dimensi nilai akuntansi yang mempengaruhi praktik pelaporan keuangan suatu negara, yaitu:

  1. Profesionalisme versus ketetapan wajib pengendalian: preferensi terhadap pertimbangan profesional individu dan regulasi sendiri kalangan profesional dibandingkan terhadap kepatuhan dengan ketentuan hukum yang telah ditentukan.
  2. Keseragaman versus fleksibilitas: preferensi terhadap keseragaman dan konsistensi dibandingkan fleksibilitas dalam bereaksi terhadap suatu keadaan tertentu.
  3. Konservatisme versus optimisme: suatu preferensi dalam memilih pendekatan yang lebih bijak untuk mengukur dan mengatasi segala ketidakpastian di masa depan, daripada memilih pendekatan yang sekadar optimis namun beresiko.
  4. Kerahasiaan versus transparansi: preferensi atas kerahasiaan dan pembatasan informasi usaha menurut dasar kebutuhan untuk tahu dibandingkan dengan kesediaan untuk mengungkapkan informasi kepada publik.

5. Dikebanyakan negara, standar akuntansi keuangan yang diterbitkan berbeda dengan yang digunakan dalam praktek. Apa penyebab timbulnya perbedaan tersebut dan siapa yang harus memperhatikan perbedaan tersebut

Jawab :

Penetapan standar akuntansi umumnya melibatkan penggabungan sektor swasta dan publik. Hubungan antara sektor akuntansi dan praktik akuntansi sangat rumit dan tidak selalu bergerak dalam arah yang sama. Praktik dapat mempengaruhi oleh kekuatan pasar, seperti yang berkaitan dengan kompetisi terhadap dana terhadap dana pasar modern.

Lestari Setyawati (4EB16, 24210005)

Perkembangan Etika Profesi Akuntansi

Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada sejak masa era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Perjalanan yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda memakai sistem pembukuan berpasangan (Double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selam era ini (Diga dan Yunus 1997). Akuntan – akuntan Belanda itu kemudian mendominasi akuntan di perusahaan – perusahaan yang juga di monopoli penjajahan hingga abad 19.

Kesempatan bagi akuntan lokal (Indoenesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soemarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih diggunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.

Pada masa pendudukan Jepang, pendidikan akuntansi hanya diselenggarakan oleh Departemen Keuangan berupa kursus akuntansi di Jakarta. Persertanya saat itu 30 orang termasuk Prof.Sumardjo dan Prof.Hadibroto. Bersama 4 akuntan lulusan pertama FEUI dan 6 lulusan Belanda, Prof.Sumardjo merintis pendirian Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) tanggal 23 Desember 1957. Pada tahun yang sama pemerintah melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan – perusahaan milik Belanda. Hal ini menyebabkan akuntan – akuntan Belanda kembali ke negrinya dan pada saat itu akuntan Indonesia semakin berkembang. Perkembangan itu semakin pesat setelah Presiden meresmikan kegiatan pasar modal 10 Agustus 1977 yang membuat peranan akuntansi dan laporan keuangan menjadi penting.

Pada Januari 1977 Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 43/1977 Tentang Jasa Akuntan menggantikan Kepmenkeu 763 Tahun 1968. Selain mewajibkan akuntan publik memiliki sertifikat akuntan publik, juga akuntan publik asing diperbolehkan praktik di Indonesia sepanjang memenuhi syarat. Melihat kondisi profesi akuntansi dan peranannya di Indonesia sampai saat ini, maka profesi akuntan memiliki beberapa keunggulan :

  1. Kemudahan dalam memasuki dan meraih peluang kerja
  2. Kesempatan untuk meningkatkan kualitas profesi melalui jenjang pendidikan S2 dan S3 serta pendidikan profesi berkelanjutan
  3. Keleluasan dalam menentukan pilihan profesi (akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pemerintah, akuntan pendidik)

Perkembangan Profesi Akuntan di Indonesia

Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu :

  1. ORDE LAMA

  • Periode ke 1 (sebelum tahun 1954)

Pada periode pertama telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis, yang disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sehingga mereka menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan, dikarenakan pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.

  • Periode ke 2 (tahun 1954 – 1973) Orde Lama Menuju Orde Baru

Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, auditor di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara. Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.

  • Periode ke 3 (tahun 1973 – 1979)

M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal.

Pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.

  • Periode ke 4 (tahun 1979 – 1983)

Pada periode profesi akuntan publik dalam keadaan suram, pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak.

2. ORDE BARU

  • Periode ke 5 (tahun 1983 – 1989)

Periode ini yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.
Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut.

Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada akuntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.

Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fulltimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada akuntan asing.

Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan: Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia; Memberikan masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai liputan yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam program pendidikan; Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP; Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya; Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP.

3. ORDE SEKARANG

  • Periode ke 6 (tahun 1990 – sekarang)

Pada periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:

  • Tumbuhnya pasar modal
  • Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non- bank.
  • Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
  • Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian

Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:

  1. Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
  2. Makin baiknya transportasi dan komunikasi
  3. Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
  4. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.

Dampak yang akan timbulkan dari konsekuensi perkembangan akuntansi:

  1. Kebutuhan dalam upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
  2. Kebutuhan pada tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
  3. Kebutuhan terhadap standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.

Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang.

Peran Software Akuntansi dalam Dunia Kerja

Software akuntansi pada dasarnya dibuat untuk memudahkan pekerjaan seorang akuntan atau staf keuangan. Berbagai tipe software saat ini telah tersedia dan dengan tingkat kesulitan yang rendah. Bahkan terdapat software akuntansi yang dibuat oleh seseorang yang bukan berlatarbelakang akuntansi.

Bayangkan saja jika sampai saat ini tidak ada software akuntansi yang tercipta, bagaimana rumitnya seorang keuangan melakukan pekerjaannya dengan beratus-ratus data keuangan perusahaan. Untuk itu setiap perusahaan biasanya menggunakan salah satu software akuntansi.

Pada umumnya, yang diharapkan dari software akuntansi tersebut adalah penyelesaian pekerjaan yang lebih cepat dan tepat, dan yang paling penting adalah laporan akhir keuangan perusahaan. Selain itu, manfaat lain yang dapat dirasakan adalah:

1. Sangat mudah digunakan
2. Tidak memerlukan pemahaman teori akuntansi mendalam
3. Input transaksi dengan cepat dan mudah
4. Fasilitas software dapat dipilih sesuai kebutuhan
5. Reminder, ratios, business formula dan berbagai grafik interaktif
6. Tampilan program yang menarik dan menyenangkan
7. Seluruh laporan dapat di klik (drill-drown) untuk menampilkan detail transaksi
8. Terdapat pilihan bahasa yaitu Indonesia, Malaysia dan Inggris
9. Fasilitas Giro Mundur, Serial Number, Lot Number, Sinkronisasi Data Antar Cabang
10. Harga sangat terjangkau

Mengenal Outsourcing

Belakangan ini berbagai perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing kian meningkat sehingga kata outsourcing menjadi terdengar akrab di telinga kita. Sayangnya meskipun begitu, masih banyak diantara calon pekerja yang belum paham benar, apa sebenarnya yang dimaksud tenaga kerja outsourcing itu sendiri.

Apa itu outsourcing?

Bila merujuk pada Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Outsourcing (Alih Daya) dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja seperti yang diatur pada pasal 64, 65 dan 66. Dalam dunia Psikologi Industri, tercatat karyawan outsourcing adalah karyawan kontrak yang dipasok dari sebuah perusahaan penyedia jasa tenaga outsourcing. Awalnya, perusahaan outsourcing menyediakan jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan dan tidak mempedulikan jenjang karier. Seperti operator telepon, call centre, petugas satpam dan tenaga pembersih atau cleaning service.Namun saat ini, penggunaan outsourcing semakin meluas ke berbagai lini kegiatan perusahaan.

Dengan menggunakan tenaga kerja outsourcing, perusahaan tidak perlu repot menyediakan fasilitas maupun tunjangan makan, hingga asuransi kesehatan. Sebab, yang bertanggung jawab adalah perusahaan outsourcing itu sendiri.

Meski menguntungkan perusahaan, namun sistem ini merugikan untuk karyawan outsourcing. Selain tak ada jenjang karier, terkadang gaji mereka dipotong oleh perusahaan induk. Bayangkan, presentase potongan gaji ini bisa mencapai 30 persen, sebagai jasa bagi perusahaan outsourcing. Celakanya, tidak semua karyawan outsourcing mengetahui berapa besar potongan gaji yang diambil oleh perusahaan outsourcing atas jasanya memberi pekerjaan di perusahaan lain itu.

Sistem Kerja Outsourcing

Sistem perekrutan tenaga kerja outsourcing sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem perekrutan karyawan pada umumnya. Perbedaannya, karyawan ini direkrut oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, bukan oleh perusahaan yang membutuhkan jasanya secara langsung. Nanti, oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, karyawan akan dikirimkan ke perusahaan lain (klien) yang membutuhkannya.

Dalam sistem kerja ini, perusahaan penyedia jasa outsource melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada karyawan. Selanjutnya mereka menagih ke perusahaan pengguna jasa mereka.

Karyawan outsourcing biasanya bekerja berdasarkan kontrak, dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing, bukan dengan perusahaan pengguna jasa.

Bagi anda yang berniat mencari pekerjaan via perusahaan outsourcing, sebelum menanda tangani perjanjian kerja, ada baiknya anda perhatikan sejumlah point berikut ini:

• Jangka waktu perjanjian.

Pastikan perjanjian sesuai dengan masa kerja yang ditawarkan. Perjanjian kerja antara karyawan outsourcing dengan perusahaan penyedia jasa biasanya mengikuti jangka waktu perjanjian kerjasama antara perusahaan penyedia jasa dengan perusahaan pemberi kerja. Hal ini dimaksudkan apabila perusahaan pemberi kerja hendak mengakhiri kerja samanya dengan perusahaan penyedia jasa, maka pada waktu yang bersamaan, berakhir pula kontrak kerja antara karyawan dengan perusahaan pemberi kerja.

• Jam kerja.

Peraturan tentang jam mulai bekerja dan berakhir, dan waktu istirahat .

• Gaji dan tunjangan.

Jumlah yang akan diterima serta waktu pembayaran sesuai dengan yang telah disepakati, tidak dipotong oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing.

• Posisi dan Tugas.

Pastikan posisi dalam perusahaan dan apa saja tugas serta tanggung jawab anda selama bekerja di perusahan lain. • Lokasi kerja.

Pastikan bahwa penempatan anda di perusahaan klien sudah sesuai kesepakatan.

Penyelesaian Perselisihan dalam Outsourcing (Alih Daya) Problematika mengenai outsourcing memang cukup bervariasi, misalnya berupa pelanggaran peraturan perusahaan oleh karyawan outsourcing maupun adanya perselisihan antara karyawan outsourcing dengan karyawan lainnya.

Menurut pasal 66 ayat 2 huruf c Undang Undang no.13 Tahun 2003, penyelesaian perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa. Jadi walaupun yang dilanggar oleh karyawan outsourcing adalah peraturan perusahaan pemberi pekerjaan, yang berwenang menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa. Tidak ada kewenangan dari perusahaan pengguna jasa pekerja untuk melakukan penyelesaian sengketa karena antara perusahaan pemberi kerja dengan karyawan outsourcing secara hukum tidak mempunyai hubungan kerja, walaupun peraturan yang dilanggar adalah peraturan perusahaan pengguna jasa pekerja (user).

Desas-Desus Outsourcing di Indonesia

Dengan diterbitkannya Permenakertrans mengenai outsourcing tentu menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa pekerjaan yang boleh menggunakan perusahaan penyedia jasa hanya ada lima jenis yaitu katering, transportasi, cleaning service, pengamanan serta jasa usaha migas dan tambang. Selain kelima jenis usaha itu maka perusahaan harus menggunakan sistem pemborongan kerja atau kontrak.

Pasca penghapusan outsourcing 

Dibatasinya jenis pekerjaan yang dapat dialihtugaskan menjadi lima jenis tentu akan mengurangi kesempatan untuk bekerja. “Para investor tentu mengharapkan agar area kerja yang dapat dialihtugaskan lebih luas dari yang telah ditentukan oleh pemerintah saat ini. Kesempatan kerja akan menjadi lebih banyak,” jawab officer perusahaan outsourcing di Batam saat ditanya mengenai prediksi ketenagakerjaan pasca keluarnya Permenakertrans. Meski begitu, ia mengaku bahwa perusahaan akan tetap mengikuti apa yang sudah digariskan pemerintah.

Kebijakan perusahaan

“Per 1 Desember sejak berlakunya peraturan dari Menakertrans, di perusahaan kami sudah tidak ada outsourcing. Semua dialihkan menjadi status kontrak,” ujar salah satu karyawan bank BUMN dalam sebuah wawancara beberapa waktu silam.

Ia mengungkapkan, sejauh ini karyawan kontrak di perusahaannya menerima tunjangan yang sama dengan karyawan tetap, seperti tunjangan hari raya (THR), asuransi, jaminan kesehatan, dan lain-lain. Gaji karyawan kontrak pun lebih tinggi dibanding ketika statusnya masih outsourcing. Hanya saja jika ingin mendapatkan status sebagai karyawan tetap, karyawan kontrak tersebut tetap harus mengikuti job opening kembali.

Hal senada diungkapkan salah satu officer perusahaan outsourcing di Batam. Ia mengemukakan bahwa dengan status kontrak, karyawan mendapatkan salary dan peluang lebih besar dibanding saat statusnya masih outsourcing. Ia menambahkan bahwa karyawan kontrak juga memiliki kesempatan menjadi karyawan tetap jika sejalan dengan kebijakan perusahaan.

Meski begitu, status outsource sepertinya memang cukup meresahkan karena tidak ada kejelasan di masa depan. “Saya berharap dengan penghapusan outsourcing dan sekarang menjadi sistem kontrak akan memberikan peluang yang lebih besar dalam karir ke depan,” ungkap karyawan bank BUMN tersebut.

Tetap jadi “yang berkualitas” 

Bagi pekerja, peraturan pemerintah yang baru untuk menghapus outsourcing, tentu memberikan nilai plus. “Sejak adanya peraturan pemerintah terbaru memberi dampak positif karenasalary yang diterima lebih banyak dibanding ketika status masih menjadi tenaga outsource,” aku karyawan bank BUMN tersebut. Ia juga mengungkapkan, perlakuan dan fasilitas yang diterima tenaga kontrak juga sama dengan karyawan tetap.

Terlepas dari segala hal di atas, tenaga kerja outsource harus lebih cermat dalam membangun pemahaman yang benar mengenai dunia kerja. Di tengah situasi dunia kerja yang semakin kompetitif tidak ada salahnya para tenaga kerja semakin meningkatkan nilai dan kompetensi diri masing-masing.

Kompetensi bisa berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Kompetensi yang mumpuni bisa membuat seseorang lebih berkontribusi dalam setiap pekerjaan dan pada akhirnya ia bisa lebih diperhitungkan. So, just improve yourself and embrace your success!

Sumber: http://www.ecc.ft.ugm.ac.id

Pendapat Wakil Ketua DPR tentang Kunjungan Kerja ke Luar Negeri

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengharapkan media massa jangan selalu mengopinikan kunjungan kerja ke luar negeri selalu berkonotasi negatif saja.

“Jangan di opinikan seperti itu, kalau foya-foya saya setuju didamprat saja, begitu juga kalau mereka belanja atau senang-senang harus dikritik keras,”paparnya di Gedung DPR, Kamis, (24/3).

Menurut Priyo, seluruh kunjungan kerja memiliki program dan sasaran yang jelas bahkan sebelum mereka kunjungan harus mempersiapkan Term of reference (TOR) Perihal kunjungan mereka.

Dia menambahkan, dirinya dahulu pernah membatalkan kunjungan kerja beberapa Komisi I, II maupun III dikarenakan kondisi dalam negeri yang sedang ditimpa bencana. Namun kalau memang ada pelarangan kunjungan kerja ke luar negeri, dirinya mempersilahkan saja tetapi harus adil. “Pemerintah juga dilarang melakukan kunjungan itu baru fair,”jelasnya.

Priyo mengatakan, DPR tidak melakukan studi banding tetapi kunjungan kerja. pasalnya, jelas Priyo istilah tersebut merupakan pekerjaan staf dewan melakukan studi banding.

Terkait isu adanya dewan jenderal islam akan melakukan kudeta, Priyo menegaskan isu tersebut merupakan isapan jempol biasa tidak ada kudeta mungkin yang terjadi hanya ketidakpuasan saja. ‘Itu tidak dapat dipungkiri dan ditutupi,”paparnya.

Sumber: http://www.dpr.go.id

Menyoroti Kunjungan Kerja DPR ke Luar Negeri

1. Membahas ternak sapi ke Paris dan China

Komisi IV DPR melakukan kunjungan ke dua negara, yaitu Perancis dan China. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka pembahasan RUU Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Ada dua rombongan yang berangkat, satu rombongan ke Paris dan rombongan lainnya ke China. Mereka berangkat 10 Desember 2012 malam dan baru kembali tanggal 16 Desember 2012. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebut kunjungan ini menghabiskan dana sekitar Rp 1,2 miliar.

Kontroversi terjadi ketika Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar Firman Subagyo menyebut kunker ini tak disetujui oleh semua anggota Komisi IV DPR. “Di rapat intern memang masih ada tarik menarik seperti Pak Siswono dan Prakosa. PDIP itu memberikan warning supaya tidak perlu dilakukan ke Perancis, kemudian lihat urgensinya,” kata Firman, Kamis (13/12/2012).

Namun Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron membantah dan menegaskan kunker ini sudah disepakati oleh semua anggota fraksi.

Herman juga mengatakan, dari kunker tersebut banyak manfaat yang didapat oleh Komisi IV DPR. Di antaranya adalah aturan mengenai pembatasan asal daging sapi yang boleh masuk ke Indonesia. Seperti diketahui Indonesia saat ini menggunakan sistem country base, yaitu hanya mengimpor dari negara yang hewan ternaknya bebas penyakit mulut dan kuku.

Dari kunker ini, Herman mengatakan ada kemungkinan Indonesia juga akan menerapkan zona base, yaitu membolehkan mengimpor dari wilayah bebas penyakit mulut dan kuku yang ada dalam suatu negara.

2. Membahas RUU Keantariksaan ke AS dan Brasil

Komisi VII DPR melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) dan Brasil dalam rangka pembahasan RUU Keantariksaan. Kunjungan kerja ini dilakukan pada 10-16 Desember 2012. FITRA menyebut kunker ini menghabiskan dana sekitar Rp 2,89 miliar.

Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana mengatakan pembahasan RUU ini penting untuk didalami ke negara lain karena tak ada referensi di Indonesia. Amerika dipilih karena merupakan negara yang paling maju keantariksaannya di dunia. Sedangkan Brasil dipilih karena memiliki letak geografis yang tak jauh berbeda dengan Indonesia.

“Kami sudah putuskan, sudah rapatkan, ada satu negara paling maju, yaitu Amerika. Kita kan pernah melihat satelit palapa yang dibuat Amerika. Kemudian, kita cari negara yang mirip kita dipilihlah Brazil,” papar Sutan setelah kembali dari kunker, Selasa (18/12/2012).

Sutan, yang memimpin rombongan ke Brasil, mengatakan dari hasil kunjungan, Komisi VII DPR mendapat banyak informasi mengenai pemanfaatan satelit di Brasil. Salah satunya adalah fungsi satelit di Brasil dalam memantau sumber daya alam.

“Di sana itu semua yang menebang pohon secara ilegal jadinya bisa terlihat. Selain itu yang utama mereka menyediakan sistem informasi gratis dari satelit yang bisa diakses oleh pihak swasta,” ujar Sutan.

Selain itu, dari kunjungan itu, Sutan baru mengetahui bahwa wilayah yang paling baik untuk meluncurkan roket adalah dari wilayah yang dilalui garis khatulistiwa.

“Jadi kita baru tahu kalau roket itu lebih baik diluncurkan dari daerah tropis, bisa lebih jauh dia meluncurnya,” tutur mantan calon Gubernur Sumatera Utara itu.

3. Membahas RUU Kepalangmerahan ke Denmark dan Turki

Badan Legislatif (Baleg) DPR studi banding ke Denmark dan Turki untuk membahas RUU Palang Merah Indonesia (PMI). 22 Anggota Baleg ambil bagian dalam studi banding untuk menentukan logo PMI tersebut.

Studi banding Baleg ke dua negara Eropa itu dilaksanakan mulai tanggal 3 hingga 7 September 2012. Rombongan ke masing-masing negara berjumlah 11 anggota Baleg. Menurut data LSM Fitra, anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 1,3 miliar.

Kunker ini sempat ramai dibahas karena adanya foto yang menunjukkan anggota DPR sedang ‘berwisata’ naik perahu di Sungai Kopenhagen. Dalam foto itu terlihat beberapa anggota DPR menyusuri Sungai Kopenhagen menggunakan perahu yang biasa digunakan untuk wisata.

Sepulangnya dari Denmark, Wakil Ketua Baleg Achmad Dimyati Natakusumah menggelar jumpa pers menjelaskan hasil kunjungan termasuk soal foto di Sungai Kopenhagen.

“Nggak ada yang salah dengan kita melakukan kunjungan kerja seperti itu. Kan orang mengatakan liburan, masa orang liburan pakai batik. Dan kode etik mana yang dilanggar? nggak ada itu. Kalau ke diskotek, hiburan malam atau live show, itu baru melanggar kode etik,” kata Dimyati kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/9/2012).

Hasil kunjungan itu, Baleg belum memutuskan secara pasti apakah akan mengganti lambang palang merah dengan lambang bulan sabit merah. Namun kecenderungannya Baleg DPR akan tetap mempertahankan lambang palang merah. Hingga saat ini RUU Kepalangmerahan masih dibahas di DPR.

“Jadi kesimpulannya lambang PMI itu tidak penting. Yang penting itu kinerja nyatanya,” kata anggota Baleg, Honing Sanny.

4. Membahas RUU Keinsinyuran ke Inggris dan Jerman

Badan Legislasi DPR melakukan kunjungan kerja ke Inggris dan Jerman pada November 2012. Kunker kali ini dilakukan untuk mengkaji penyusunan rancangan undang-undang Keinsinyuran.

Rombongan ke Inggris berangkat Sabtu (24/11) dan pulang Rabu (28/11). Sementara itu, rombongan anggota Baleg yang kunker ke Jerman sudah berangkat terlebih dulu pada Sabtu (17/11). Ada 21 anggota DPR yang berangkat.

Di Jerman, Pelajar Indonesia (PPI) di Berlin mengkritisi kunjungan Badan Legislasi DPR ke negeri Der Panzer itu. Salah satu yang paling fatal dalam kunjungan itu yakni institusi yang dikunjungi tak sesuai alias salah alamat.

“Pertemuan Deutsches Institut fur Normung (DIN) bisa dibilang salah alamat karena DIN itu lembaga yang untuk standardisasi ‘produk’ bukan profesi seperti yang menjadi agenda utama anggota DPR,” kata Ketua PPI Berlin, Yoga Kartiko dalam siaran pers, Kamis (22/11/2012).

PPI juga mengikuti dan merekam saat anggota DPR berkunjung ke DIN. Video rekaman dari kunjungan itu mereka upload ke Youtube.

Ketua Baleg, Ignatius Mulyono, yang memimpin rombongan ke Inggris, mengatakan banyak hasil yang diperoleh dari kunjungan kerja ke dua negara tersebut. Utamanya hasil yang diperoleh tentang tahapan sertifikasi insinyur.

“Sertifikasi dari pelaksanaan ujian kompetensi ini sangat penting. Karena dengan demikian nantinya para sarjana teknik lulusan dalam negeri akan mampu bersaing dengan para lulusan luar negeri dengan disiplin ilmu yang sama. Selain itu, hal ini juga untuk kepentingan menyambut pasar bebas AFTA di 2015 mendatang. Di mana tidak mustahil dalam negeri juga akan diserbu tenaga asing dari luar negeri. Sehingga kita harus siap hadapi hal ini,” tegasnya.

5. Membahas RUU Perbankan Jerman dan Brasil

Komisi XI DPR menggelar kunjungan kerja ke Brasil dan Jerman pada pertengahan bulan November 2012. LSM Fitra menyebut kunker ini menghabiskan dana sebesar Rp 1,8 miliar.

Komisi XI DPR dibagi dalam dua rombongan. Rombongan pertama berangkat ke Brasil pada 15 November 2012. Rombongan pertama dalam rangka studi banding RUU Perbankan.

Sedangkan rombongan kedua, sejumlah anggota Komisi XI berangkat ke Jerman pada 17 November 2012. Selain studi banding RUU Perbankan, rombongan kedua juga membahas terkait OJK.

Tak banyak informasi yang bisa diperoleh mengenai hasil kunjungan. Komisi XI DPR tak melakukan konferensi pers resmi mengumumkan hasil kunjungan tersebut.

6. Membahas RUU Desa ke Brasil

Anggota Komisi II DPR Budiman Sudjatmiko memimpin rombongan studi banding ke Brazsl pada bulan Agustus 2012. Budiman dan sejumlah anggota DPR saat itu tengah menggodok RUU Desa. Brasil dipilih karena dipandang memiliki keunggulan dalam penataan desa.

“Maksud dan tujuan dari kunjungan kerja Pansus RUU Desa ke Brasil adalah mempelajari negara lain dalam menata perdesaan. Hal ini ditujukan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, membahas RUU Kepalangmerahan peningkatan kualitas pelayanan publik dan meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan dan meningkatkan kapasitas daerah perdesaan,” jelas Budiman dalam keterangannya, Selasa (11/9/2012).

Budiman menjelaskan, di negeri Samba itu mereka membawa 22 pertanyaan guna ditanyakan ke pihak Brasil.

“Obyek yang kami kunjungi adalah, 1. Parlemen (Komisi Pemerintah Daerah); 2. Kementerian Perkotaan (di Brazil yang namanya kota itu mencakup dua area sekaligus yaitu perkotaan/urban dan pedesaan/rural); 3. Sekretariat Kantor Kepresidenan yang menangani hubungan Negara Federal dengan daerah-daerah, negara-negara bagian; dan 4. Pejabat Kota Foz da Iguacu,” jelasnya.

LSM Fitra menyebut kunker ini menyedot keuangan negara sebanyak Rp 1,6 miliar.

7. Kunjungan kerja ke Jerman dalam Rangka Pengawasan

Komisi I DPR melakukan kunjungan ke Jerman pada 22-25 April 2012 lalu. Meski menuai protes dari PPI Berlin, ketua kunjungan kerja Hayono Isman, mengklaim kunjungan tersebut sukses. Ini agenda lengkap DPR selama di Jerman.

Kunjungan ini diwarnai sejumlah insiden. Salah satunya adalah saat PPI Berlin datang ke KBRI bertemu delegasi dan melakukan walk out setelah ‘melecehkan’ anggota DPR. Selain itu, ada pula insiden tertangkap kamera Wakil Ketua Komisi I DPR Hayono Isman sedang berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan.

Selama di Jerman, Komisi I DPR melakukan enam kunjungan kerja dan satu kunjungan kerja ke Belanda. “Tujuan kunjungan kerja Komisi I adalah dalam rangka melakukan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah dan APBN di perwakilan RI Jerman,” kata Hayono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/4/2012).

Salah satu hasil penting dari kunjungan ini adalah informasi yang diperoleh anggota DPR mengenai alutsista yang ada di Jerman. Saat ini pemerintah sedang berencana untuk membeli tank dari dua negara, Jerman atau Belanda. Setelah kunjungan ini, pemerintah akhirnya memutuskan untuk membeli tank dari Jerman.

8. Kunjungan Kemanusiaan Komisi I DPR ke Palestina

Komisi I DPR menempuh perjalanan panjang untuk memberikan dukungan politik kepada Palestina yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya pada November lalu. Tak seperti kunker-kunker lainnya yang banyak dicibir publik, kunjungan ini menuai pujian dan bahkan mendapat sambutan hangat dari pemerintah Palestina.

Perjalanan panjang Komisi I DPR dimulai dari penerbangan menuju Kairo Selasa (27/11) lalu pukul 00.15. Rombongan delegasi itu dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq (PKS) dan beranggotakan Yorrys Raweyai (Golkar), Meutya Hafid (Golkar), Yahya Sacawirya (Demokrat), Effendi Choirie (PKB) dan Muhammad Najib (PAN).

Di Kairo, Komisi I DPR bertemu dengan Majelis Syuro Mesir dan Liga Arab. Dalam dua pertemuan itu, Komisi I DPR mengajak Mesir dan Liga Arab untuk mendukung kemerdekaan Palestina.

Dari Kairo, delegasi Komisi I menuju Gaza untuk bertemu Perdana Menteri Hamas Ismail Haniyya. Dalam pertemuan itu, Komisi I DPR mewakili 7 lembaga kemanusiaan memberikan bantuan yang diserahkan kepada Ismail Haniyya. Bermalam di Gaza, keesokan harinya Komisi I DPR kembali ke Kairo untuk selanjutnya menuju Amman, Jordania.

Setelah tiba di Amman, delegasi melanjutkan perjalanan menuju Tepi Barat. Komisi I DPR berhasil masuk ke Ramallah dan menemui Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Dalam keseluruhan kunjungan itu, Komisi I DPR mendapat sambutan hangat dari pemerintah dan warga Palestina. Bahkan Koordinator PPI Se-dunia Zulham Effendi menyampaikan apresiasinya kepada Komisi I DPR.

Kunjungan ini makin mempererat hubungan Palestina dengan Indonesia. Selain itu Komisi I DPR juga melakukan pengawasan terhadap kedubes-kedubes Indonesia yang ada di Mesir dan Jordania. Dari kunjungan ini Komisi I DPR juga mengusulkan untuk membangun konsul istimewa Indonesia di Gaza.

Sumber: detik.com

Komentar: Melihat dari informasi tersebut, sepertinya sangat diperlukan pembatasan rencana kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri. Pembatasan tersebut bisa dilakukan terhadap budget kunker per tahunnya atau kuantitas kunker itu sendiri agar dana yang dikeluarkan dapat lebih efisien. Atau solusi lainnya adalah dengan memanfaatkan teknologi komunikasi yang ada. Jika hanya untuk mengetahui informasi dari negara-negara lain alangkah baiknya menggunakan fasilitas komunikasi yang ada seperti hp, komputer, laptop, tab, dll daripada harus menghambur-hamburkan uang milyaran rupiah.

Lima Kontrak Jual Beli Migas Hasilkan Rp 59 Triliun

Jakarta – Lima perjanjian jual beli minyak dan gas bumi ditandatangani di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta pada Rabu (26/12). Penandatanganan disaksikan Kepala Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKMIGAS), Jero Wacik.

“Perkiraan pendapatan negara dari kesepakatan ini mencapai US$ 6,12 miliar (sekitar Rp 59 triliun),” kata Jero.

Penandatangan terdiri dari satu head of agreement (HoA) gas alam cair (liquified natural gas/LNG) antara Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan BP Berau Ltd, dua perpanjang perjanjian jual beli (sales purchase agreement/SPA) elpiji (liquified petroleum gas/LPG) antara Pertamina dengan kontraktor kontrak kerja sama di Jabung, Jambi dan Kepala Burung, Papua Barat, addendum-3 perjanjian jual beli gas bumi dari Pertamina EP ke Pembangkit Jawa-Bali untuk keperluan pembangkit listrik Muara Tawar, serta amandemen penjualan produksi minyak bumi dari blok Cepu ke Pertamina untuk pemenuhan kilang domestik.

Jero mengatakan, selain pendapatan Negara, kesepakatan pengiriman LNG dari BP dan tambahan gas bumi dari Pertamina akan menghemat pengeluaran PLN. “Diperkirakan sebesar US$ 17,88 miliar karena mengganti solar ke gas,” kata dia.

Menurutnya, penandatangan ini menunjukkan komitmen pemerintah memprioritaskan kebutuhan minyak dan gas bumi untuk domestik. Dicontohkan, kesepakatan antara BP dengan PLN untuk memasok LNG melalui fasilitas penampungan dan regasifikasi terapung (floating storage and regasification unit/FSRU) Jawa Barat sebesar 23,96 juta metrik ton mulai tahun 2013 selama 20 tahun. Kesepakatan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gas untuk listrik Jawa dan Sumatera, sekaligus mengurangi beban subsidi listrik pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Mulai 2013 dikirim dua kargo dan akan meningkat hingga 24 kargo pada 2019,” katanya.

Begitu pula dengan perpanjangan jual beli elpiji yang bertujuan mendukung program konversi minyak tanah ke elpiji. Salah satu kontrak diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan elpiji di wilayah Sorong, Papua. Jero menjelaskan, sudah sejak 2008, produksi LPG dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. “Saat ini, seluruh produksi LPG dari kegiatan hulu migas memenuhi 50 persen kebutuhan LPG domestik,” katanya.

Dia mengungkapkan, dari lifting minyak tahun 2012, sebesar 65 persen diperuntukkan memenuhi kebutuhan domestik. Sejak 2006, pasokan gas untuk domestik juga jadi prioritas. Dalam delapan tahun terakhir, penyaluran gas bumi domestik meningkat 250 persen. “Sebanyak 46 persen alokasi gas domestik untuk memenuhi kebutuhan di sektor kelistrikan,” katanya.

Sumber: www.skspmigas-esdm.go.id

Antara BPMIGAS dan SKMIGAS

Jakarta – Sejarah pendirian BPMIGAS yang saat ini menjadi SKMIGAS dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk menekan anggaran pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha hulu migas. Dan ternyata langkah ini terbukti efektif. Walaupun BPMIGAS dan saat ini menjadi SKMIGAS mendapatkan jatah biaya operasi sebesar 1 persen dari seluruh penerimaan migas, tetapi realisasi anggaran tiap tahun hanya 0,3 persen.

Persetujuan dari Kementrian Keuangan kadang memang lebih tinggi dari persentase tersebut, tetapi lembaga tersebut tetap berhemat sehingga selama 10 tahun beroperasi, mereka telah mengembalikan anggaran sebesar US$ 1,8 milyar ke kas Negara. “Kami akan tetap menjaga efisiensi yang sudah dilaksanakan dan akan terus meningkatkan efisiensi tersebut sehingga penerimaan Negara akan lebih optimal,” kata Menteri ESDM selaku Kepala SKMIGAS Jero Wacik dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR hari ini (26/11).

Sumber: http://www.skspmigas-esdm.go.id