Hukum Perjanjian

Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHP, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari istilah tersebut tidak diberikan.

Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian, adalah : suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian, Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.

Jenis-jenis kontrak

Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-cuma.

Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik, kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur, begitu juga sebaliknya.

Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan barang dengan cuma-cuma.

Arti penting pembedaan tersebut ialah :

  • Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli.
    • Berkaitan dengan perjanjian syarat batal, pada perjanjian timbal balik selalu dipersengketakan.
  • Jika suatu perjanjian timbal balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian tersebut.

Kontrak menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu kontrak bernama atau kontrak nominat, dan kontrak tidak bernama atau kontrak innominat. Dalam buku III KUHP tercantum bahwa kontrak bernama adalah kontrak jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud dengan kontrak tidak bernama adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum tercantum dalam kitab undang-undang hukum perdata. Yang termasuk dalam kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli, keagenan, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, production sharing.

Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak lisan dan kontrak tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris.

Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.

Pelaksanaan kontrak

Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu. Salah satu pasal yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya ialah pasal 1338 ayat 3 yang berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etiket baik.” Dari pasal tersebut terkesan bahwa untuk melaksanakan kontrak harus mengindahkan etiket baik saja, dan asas etiket baik terkesan hanya terletak pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan kontrak, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses pembentukan kontrak.

Asas yang mengikat dalam pelaksanaan kontrak

Hal-hal yang mengikat dalam kaitan dengan pelaksanaan kontrak ialah :

  1. Segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.
  2. Hal-hal yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap.
  3. Bila suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek, maka harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.

Pelaksanaan kontrak harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu :

  1. Fungsi melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.
  2. Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.

Pembatalan perjanjian yang menimbulkan kerugian

Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.

Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :

  1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
  2. Terlambat memenuhi prestasi, dan
  3. Memenuhi prestasi secara tidak sah

Akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :

  1. Pemenuhan perikatan
  2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
  3. Ganti rugi
  4. Pembatalan persetujuan timbale balik, atau
  5. Pembatalan dengan ganti rugi

Syarat-syarat sah perjanjian

Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :

1.  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

2.  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.

3.  Mengenai suatu hal tertentu

Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.

4.  Suatu sebab yang halal

Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.

Hukum Perikatan

PENGERTIAN HUKUM PERIKATAN

Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hokum ( legal relation).

Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas. Perikatan yang terdapat dalam bidang-bidang hukum tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai berikut:

  1. Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.
  2. Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.
  3. Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
  4. Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.

Perikatan Dalam arti Sempit

Perikatan yang dibicarakan dalam buku ini tidak akan meliputi semua perikatan dalam bidang- bidang hukum tersebut. Melainkan akan dibatasi pada perikatan yang terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan saja,yang menurut sistematika Kitab Undang- Undang hukum Perdata diatur dalam buku III di bawah judul tentang Perikatan.

Tetapi menurut sistematika ilmu pengetahuan hukum, hukum harta kekayaanitu meliputi hukukm benda dan hukum perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda. Perikatan dalam bidang harta kekayaan ini disebutPerikatan dalam arti sempit.

Ukuran nilai

Perikatan dalam bidang hukum harta kekayaan ini selalu timbul karena perbuatan orang, apakah perbuatan itu menurut hukum atau melawan hukum. Objek perbuatan itu adalah harta kekayaan, baik berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak, benda berwujud atau benda tidak berwujud, yang semuanya itu selalu dapat dinilai dengan uang. Jadi ukuran untuk menentukan nilai atau harga kekayaan atau benda itu adalah uang. Dalam kehidupan modern ini uang merupakan ukuran yang utama.

Debitur Dan Kreditur

Perikatan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, mewajibkan pihak yang satu dengan yang lain, mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi. Pihak yang berkewajiban berprestasi itu biasa disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas prestasi disebut kreditur.

Dalam suatu perikatan bisa terjadi bahwa satu pihak berhak atas suatu prestasi. Tetapi mungkin juga bahwa pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu, di samping kewajiban tersebut juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya jika pihak lain itu disamping berhak atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Jadi kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban timbale balik.

Karena prestasi itu diukur dengan nilai sejumlah uang, maka pihak yang berkewajiban membayar sejumlah uang itu berkedudukan sebagai debitur, sedangkan pihak yang berhak meneriam sejumlah uang itu berkedudukan sebagai kreditur.

Macam- macam Perikatan

Dalam kenyataanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat menurut syarat yang ditentukan oleh pihak- pihak, atau menurut jenis prestasi yang harus dipenuhi, atau menurut jumlah subyek yang terlibat dalam perikatan itu.

  1. Perikatan bersyarat, perikatan yang timbul dari perjanjian dapat berupa perikatan murni dan perikatan bersyarat.
  2. Perikatan dengan ketetapan waktu.
  3. Perikatan alternative.
  4. Perikatan tanggung menanggung
  5. Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi
  6. Perikatan dengan ancaman hukuman
  7. Perikatan wajar

Hapusnya Perikatan

Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:

  • Karena pembayaran
  • Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
  • Karena adanya pembaharuan hutang
  • Karena percampuran hutang
  • Karena adanya pertemuan hutang
  • Karena adanya pembebasan hutang
  • Karena musnahnya barang yang terhutang
  • Karena kebatalan atau pembatalan
  • Karena berlakunya syarat batal
  • Karena lampau waktu

 

Hukum Perdata di Indonesia

Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.

Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum, misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.

Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek(atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku diPerancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:

Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi:

  • benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu);
  • benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan
  • benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.

Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.

Subjek dan Objek Hukum serta Hak Benda

SUBJEK HUKUM

Subjek hukum terdiri dari dua, yakni manusia biasa dan badan hukum.

  • Manusia Biasa

Manusia sebagai subjek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku. Akan halnya, seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) dimulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia.

  • Badan Hukum

Badan hukum merupakan badan-badan atau perkumpulan. Badan hukum yakni orang yang diciptakan oleh hukum. Oleh karena itu, badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia.

Dengan demikian, badan hukum dapat melakukan persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya. Oleh karena itu, badan hukum dapat bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya.

Badan hukum dibedakan dalam dua bentuk, yakni badan hukum publik dan badan hukum privat.

  • Badan hukum publik

Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.

  • Badan hukum privat

Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirkan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.

OBJEK HUKUM

Objek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yan berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentigan bagi para subjek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik.

Kemudian, berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni :

  1. Benda yang bersifat kebendaan adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dan dirasakan dengan panca indra.
  2. Benda yang bersifat tidak kebendaan adalah suatu benda yang hanya dirasakan oleh panca indra saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contoh merek perusahaan, paten, ciptaan musik.

Dalam pada itu, berdasarkan uraian di atas maka di dalam KUH Perdata benda dapat dibedakan menjadi :

  1. Barang wujud dan barang tidak berwujud,
  2. Barang bergerak dan barang tidak bergerak,
  3. Barang dapat dipakai habis dan barang tidak dapat dipakai habis,
  4. Barang yang sudah ada dan barang yang masih akan ada,
  5. Barang uang dalam perdagangan dan barang diluar perdagangan,
  6. Barang yang dapat dibagi dan barang yang tidak dapat dibagi.

Sementara itu, diantara ke enam perbedaan diatas yang paling penting adalah membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan empat hal adalah pemilikan, penyerahan, daluarsa, dan, pembebanan.

HUKUM BENDA

Hukum benda merupakan bagian dari hukum kekayaan, yakni hukum kekayaan merupakan peraturan-peraturan yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang, sedangkan hubungan terhadap benda dengan orang disebut mempunyai hak kebendaan.

Jadi, hak kebendaan merupakan suatu kekuasaan mutlak yang diberikan kepada subjek hukum untuk menguasai suatu benda secara langsung dalam tangan siapapun benda itu berada wajib diakui dan dihormati. Dengan demikian, hak kebendaan merupakan hak mutlak, sedangkan lawannya adalah hak nisbi atau hak relatif.

  • Hak mutlak terdiri dari hak kepribadian, hak-hak yang terletak dalam hukum keluarga, dan hak mutlak atas sesuatu benda inilah yang disebut hak kebendaan.
  • Hak nisbi (hak relatif) adalah semua hak yang timbul karena adanya hubungan utang-piutang, sedangkan utang-piutang timbul dari perjanjian dan undang-undang.
  • Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wanspresatasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).

Macam-Macam Pelunasan Utang

1. Pelunasan utang dengan jaminan umum

Pelunasan utang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131-1132 KUH Perdata yaitu segala kebendaan/harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberi utang kepadanya.

2. Pelunasan utang dengan jaminan khusus

Dalam pada itu, merupakan hak khusus bagi jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

Gadai

Gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang. Selain itu, memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu harus didahulukan.

Sifat-sifat gadai adalah sebagai berikut :

  • Gadai adalah untuk benda bergerak.
  • Gadai bersifat accesoir, artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok, yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar utangnya kembali.
  • Adanya sifat kebendaan.
  • Benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai, atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
  • Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
  • Hak preferensi (hak untuk didahulukan)
  • Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari utang.

Hipotik

Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perutangan.

Sifat-sifat hipotik adalah sebagai berikut :

  • Bersifat accesoir.
  • Hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada.
  • Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain.
  • Objeknya benda-benda tetap.

Hak Tanggungan

Hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain. Berikut ini disebutkan beberapa objek hak tanggungan yakni, Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), rumah susun berikut tanah hak bersama serta hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS), dan hak pakai atas tanah negara.

Fidusia

Fidusia merupakan suatu perjanjian accesor antara debitur dan kreditur yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitur kepada kreditur. Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusia (debitur) dengan penerima fidusia (krediur) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan.

Jaminan Perseorangan

Jaminan perseorangan, yakni sifat perorangan. Jadi, jaminan yang lahir dari perjanjian prinsipnya hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang yang terikat dalam perjanjian, misalnya perjanjian penanggungan. Penanggungan merupakan hak perorangan, jadi suatu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang yang terikat dalam suatu perjanjian.

 

Hukum dan Ekonomi

DEFINISI HUKUM

Berikut ini definisi Hukum menurut para ahli :

 

  • Menurut J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH:

Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.

  • Menurut Thomas Hobbes:

Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.

  • Menurut Rudolf von Jhering:

Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara.

  • Menurut Plato:

Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

  • Menurut Aristoteles

Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.

  • Menurut E. Utrecht

Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup – perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.

TUJUAN HUKUM

  • Menurut Prof Subekti, SH.
    Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan.

 

  • Dr. Wirjono Prodjodikoro. S.H
    Dalam bukunya “ Perbuatan Melanggar Hukum”. Mengemukakan bahwa tujuan Hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat.

 

  • Aristoteles.
    Dalam Bukunya “Rhetorica” mencetuskan teorinya bahwa tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil.

SUMBER HUKUM 

 

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan. Peraturan tersebut biasanya bersifat memaksa. Sumber-sumber hukum ada 2 jenis yaitu:

  1. Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif.
  2. Sumber-sumber hukum formiil, yakni UU, kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan doktrin.

KODIFIKASI HUKUM

  1. Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
  1.  Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).

PENGERTIAN EKONOMI

 

  • ADAM SMITH
    Ekonomi ialah penyelidikan tentang keadaan dan sebab adanya kekayaan negara.

 

  • MILL J. S
    Ekonomi ialah sains praktikal tentang pengeluaran dan penagihan.

 

  • ABRAHAM MASLOW
    Ekonomi adalah salah satu bidang pengkajian yang mencoba menyelesaikan masalah keperluan asas kehidupan manusia melalui penggemblengan segala sumber ekonomi yang ada dengan berasaskan prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem ekonomi yang dianggap efektif dan efisien.

 

  • PAUL A. SAMUELSON
    Ekonomi merupakan cara-cara yang dilakukan oleh manusia dan kelompoknya untuk memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk memperoleh berbagai komoditi dan mendistribusikannya untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

PENGERTIAN HUKUM EKONOMI

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.